mine

mine

Selasa, 04 Desember 2012

Nenek Ranti Bukan Mak Lampir

ini adalah cerpen pertamaku, jadi mohon bantuannya ^^
Happy reading!

Sebenarnya, nama nenek itu adalah Nek Ranti. Akan tetapi, Aris, Guntur dan teman-temannya lebih suka memanggilnya Mak Lampir. Mungkin karena rambutnya yang mulai memutih dan kulitnya yang keriput. Juga karena di mata anak-anak, Nek Ranti itu galak dan sangat menakutkan. Padahal, sebenarnya Nek Ranti orang yang ramah dan baik hati. Hanya saja ia agak cerewet dan sering memarahi anak-anak yang tanpa permisi masuk ke pekarangan rumahnya.

Nenek Ranti tinggal sendirian. Suaminya sudah lama meninggal. Anak-anak dan cucunya semua tinggal di kota. Kadang-kadang saja mereka menjenguk Nek Ranti, terutama di hari-hari libur sekolah ataupun di hari Lebaran.

Pekarangan Nek Ranti cukup luas. Almarhum suaminya dulu menanam bermacam-macam pohon buah. ada pohon mangga, rambutan, sawo, dan manggis. Karena itu, jika sedang musim berbuah, banyak anak yang nyelenong begitu saja masuk ke pekarangan rumah Nek Ranti. Mereka mencari buah-buahan yang berjatuhan karena sudah terlalu masak.

Setiap melihat anak-anak itu, Nek Ranti akan bertetiak-teriak mengusir mereka. sebenarnya Nek Ranti bukannya melarang mereka memunguti buah yang berjatuhan, tetapi Nek Ranti hanya ingin mereka meminta izin dulu.

"Tak mengerti sopan santun. Masuk pekarangan orang seperti masuk pekarangan kosong saja," gerutu Nek Ranti.

Pohon manggis di belakang rumah Nek Ranti sedang berbuah. Kulit buahnya coklat kehitaman, pertanda sudah masak.

Siang itu, Aris dan Guntur pulang sekolah lewat belakang rumah Nek Ranti. Melihat buah manggis yang bergelantungan, Guntur berbisik pada Aris "Kita lempar, yuk!". "Jangan, nanti berisik, bisa ketahuan. Lebih baik kita panjat aja pohonnya." sahut Aris. Ia lalu menyerahkan tas sekolahnya kepada Guntur.

Aris menyelinap masuk ke pekarangan rumah Nek Ranti. Sedangkan Guntur menunggu di luar pagar. Dengan lincah, Aris memanjat pohon manggis itu, tak peduli pada iringan semut yang sedang merayap di batang pohon. Aris meraih buah yang terjangkau, memetiknya, dan melemparkannya pada Guntur yang telah siap menerimanya.

Baru sempat memetik beberapa buah, Aris akhirnya tak tahan dengan gigitan semut yang menggerubutinya. Tangannya sibuk membersihkan semut yang menggigit sekujur tubuhnya. Akibatnya, Aris menjadi kurang hati-hati. Kakinya menginjak dahan rapuh. Dahan pun patah. KREK! KROSAK! GEDEBUG! Aris jatuh.

Untung saja Aris jatuh dari dahan yang tidak terlalu tinggi. Meskipun demikian, kaki kirinya terasa sakit. Aris mencoba berdiri, tapi ia jatuh dan terduduk. Guntur hanya kebingungan melihat kejadian yang tak disangka itu.

"Siapa di luar?" seru Nek Ranti yang mendengar suara berisik tadi. Aris mencoba berdiri kembali, tapi ia terjatuh dan terduduk lagi. Guntur ketakutan mendengar suara Nek Ranti. Ia langsung lari tunggang langgang. Aris hanya bisa menangis ketakutan ketika Nek Ranti menghampirinya.

Nek Ranti segera menolong Aris berdiri, dan memapahnya ke beranda rumah. Ia mendudukkan Aris di kursi dan memeriksa kaki kiri Aris.

"nggak apa-apa, cuma terkilir!" kata Nek Ranti. Ia lalu memijat kaki kiri Aris yang terkilir itu, kemudian menariknya keras-keras. Aris seketika menjerit kesakitan, "Aduuhh!!"

"Sudah! Sudah tidak apa-apa, sudah nenek betulkan uratnya!" kata Nek Ranti yang rupanya pintar juga memijat.

Nek Ranti lalu mengambil segelas air putih dan menyuruh Aris meminumnya. Setelah Aris tenang, barulah Nek Ranti bertanya. Siapa namamu? Anak siapa kamu? Di mana rumahmu? Aris menjawab semua pertanyaan Nek Ranti dengan jujur.

Nek Ranti menasehati Aris agar tidakmengulangi perbuatannya. Ia juga berpesan agar meminta izin dulu sebelum masuk ke pekarangannya.

"Nenek pasti akan memberi buah-buahan itu pada kalian. Nenek kan tak mungkin menghabiskannya sendirian." ujar Nek Ranti.

Karena Aris belum bisa berjalan dengan baik, Nek Ranti memanggil tetangganya, meminta tolong untuk mengantarkan Aris pulang. Aris malu sekali. Ternyata Nek Ranti begitu baik, tidak seperti anggapannya selama ini.

Aris minta maaf kepada Nek Ranti dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatan buruknya itu sebelum pulang.

Sejak itu, Arisselalu mengingatkan teman-temannya, agar tidak sembarangan masuk ke pekarangan rumah Nek Ranti. Harus minta izin dulu dengan sopan. Aris bahkan menegur teman-temannya yang suka mengejek Nek Ranti. "Nenek Ranti itu baik. Bukan Mak Lampir!" kata Aris.



-END-

gimana cerpennya? silahkan tulis komentar kalian ^^

Kamis, 08 November 2012

Kota Bukittinggi Tercinta ♥

hy guys, kali ini aku bakal bahas tentang Kota Bukittinggi. Check this out! ^^

Kota Bukittinggi adalah salah satu kota di provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Kota ini pernah menjadi ibu kota Indonesia pada masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. Bukittinggi sebelumnya disebut dengan Fort de Kock dan dahulunya pernah dijuluki sebagai Parijs van Sumatra selain kota Medan. Kota ini merupakan tempat kelahiran beberapa tokoh pendiri Republik Indonesia, di antaranya adalah Mohammad Hatta dan Assaat yang masing-masing merupakan proklamator dan pejabat presiden Republik Indonesia. Selain sebagai kota perjuangan, Bukittinggi juga terkenal sebagai kota wisata yang berhawa sejuk, dan bersaudara (sister city) dengan Seremban di Negeri Sembilan, Malaysia. Seluruh wilayah kota ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Agam. Tempat wisata yang ramai dikunjungi adalah Jam Gadang, yaitu sebuah menara jam mirip Big Ben yang terletak di jantung kota sekaligus menjadi simbol bagi kota yang berada pada tepi sebuah lembah bernama Ngarai Sianok.



 Sejarah
Kota Bukittinggi mulai berdiri seiring dengan kedatangan Belanda yang kemudian mendirikan kubu pertahanan pada tahun 1825pada masa Perang Padri di salah satu bukit yang terdapat dalam kota ini. Tempat ini dikenal sebagai benteng Fort de Kock, sekaligus menjadi tempat peristirahatan opsir-opsir Belanda yang berada di wilayah jajahannya. Kemudian pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, kawasan ini selalu ditingkatkan perannya dalam ketatanegaraan yang kemudian berkembang menjadi sebuah Stadsgemeente (kota), dan juga berfungsi sebagai ibu kota Afdeeling Padangsche Bovenlanden dan Onderafdeeling Oud Agam. Pada masa pendudukan Jepang, Kota Bukittinggi dijadikan sebagai pusat pengendalian pemerintahan militernya untuk kawasan Sumatera, bahkan sampai ke Singapura dan Thailand. Kota ini menjadi tempat kedudukan komandan militer ke-25 Kenpeitai, di bawah pimpinan Mayor Jenderal Hirano Toyoji.Kemudian kota ini berganti nama dari Stadsgemeente Fort de Kock menjadi Bukittinggi Si Yaku Sho yang daerahnya diperluas dengan memasukkan nagari-nagari sekitarnya seperti Sianok Anam Suku, Gadut, Kapau, Ampang Gadang, Batu Taba dan Bukit Batabuah. Sekarang nagari-nagari tersebut masuk ke dalam wilayah Kabupaten Agam. Setelah kemerdekaan Indonesia, Bukittinggi dipilih menjadi ibu kota provinsi Sumatera, dengan gubernurnya Mr. Teuku Muhammad Hasan. Kemudian Bukittinggi juga ditetapkan sebagai wilayah pemerintahan kota berdasarkan Ketetapan Gubernur Provinsi Sumatera Nomor 391 tanggal 9 Juni 1947. Pada masa mempertahankan kemerdekaan Indonesia, Kota Bukitinggi berperan sebagai kota perjuangan, ketika pada tanggal 19 Desember 1948 kota ini ditunjuk sebagai ibu kota negara Indonesia setelah Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda atau dikenal dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Di kemudian hari, peristiwa ini ditetapkan sebagai Hari Bela Negara, berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia tanggal 18 Desember 2006.[11][12] Selanjutnya Kota Bukittinggi menjadi Kota Besar berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1956 tentang pembentukan daerah otonom kota besar dalam lingkungan daerah provinsi Sumatera Tengah masa itu, yang meliputi wilayah provinsi Sumatera Barat, Jambi, Riau dan Kepulauan Riau sekarang. Dalam rangka perluasan wilayah kota, pada tahun 1999 pemerintah menerbitkan PP Nomor 84 Tahun 1999 yang isinya menggabungkan nagari-nagari di sekitar Bukittinggi ke dalam wilayah kota. Nagari-nagari tersebut yaitu Cingkariang, Gaduik, Sianok Anam Suku, Guguak Tabek Sarojo, Ampang Gadang, Ladang Laweh, Pakan Sinayan, Kubang Putiah, Pasia, Kapau, Batu Taba, dan Koto Gadang. Namun sebagian masyarakat di 12 nagari tersebut menolak untuk bergabung dengan Bukittinggi, sehingga peraturan tersebut hingga saat ini belum dapat dilaksanakan.

 Geografi
Kota Bukittinggi terletak pada rangkaian Bukit Barisan yang membujur sepanjang pulau Sumatera, dan dikelilingi oleh dua gunung berapi yaitu Gunung Singgalang dan Gunung Marapi. Kota ini berada pada ketinggian 909–941 meter di atas permukaan laut, dan memiliki hawa cukup sejuk dengan suhu berkisar antara 16.1–24.9 °C. Sementara dari total luas wilayah kota Bukittinggi saat ini (25,24 km²), 82.8% telah diperuntukan menjadi lahan budidaya, sedangkan sisanya merupakan hutan lindung. Kota ini memiliki topografi berbukit-bukit dan berlembah, beberapa bukit tersebut tersebar dalam wilayah perkotaan, di antaranya Bukit Ambacang, Bukit Tambun Tulang, Bukit Mandiangin, Bukit Campago, Bukit Kubangankabau, Bukit Pinang Nan Sabatang, Bukit Canggang, Bukit Paninjauan dan sebagainya. Sementara terdapat lembah yang dikenal juga dengan Ngarai Sianok dengan kedalaman yang bervariasi antara 75–110 m, yang didasarnya mengalir sebuah sungai yang disebut dengan Batang Masang.


 Kependudukan
Perkembangan penduduk Bukittinggi tidak terlepas dari berubahnya peran kota ini menjadi pusat perdagangan di dataran tinggi Minangkabau. Hal ini ditandai dengan dibangunnya pasar oleh pemerintah Hindia-Belanda pada tahun 1890 dengan nama loods. Masyarakat setempat mengejanya dengan loih, dengan atap melengkung kemudian dikenal dengan nama Loih Galuang. Saat ini kota Bukittingi merupakan kota terpadat di provinsi Sumatera Barat, dengan jumlah angkatan kerja 52.631 orang dan sekitar 3.845 orang di antaranya merupakan pengangguran. Kota ini didominasi oleh etnis Minangkabau, namun terdapat juga etnis Tionghoa, Jawa, Tamil dan Batak. Masyarakat Tionghoa datang bersamaan dengan munculnya pasar-pasar di Bukittinggi. Mereka dizinkan pemerintah Hindia-Belanda membangun toko/kios pada kaki bukit benteng Fort de Kock, yang terletak di bagian barat kota, membujur dari selatan ke utara, dan saat ini dikenal dengan nama Kampung Cino. Sementara pedagang India ditempatkan di kaki bukit sebelah utara, melingkar dari arah timur ke barat dan sekarang disebut juga Kampung Keling.


 Pemerintahan
Sejak tahun 1918 kota Bukittinggi telah berstatus gemeente, selanjutnya tahun 1930 wilayah kota ini diperluas menjadi 5.2 km². Pada masa pendudukan Jepang wilayah kota ini kembali diperluas. Kemudian di awal kemerdekaan Indonesia terjadi tumpang tindih batas-batas wilayah kota ini karena penetapan sepihak baik masa Hindia-Belanda maupun Jepang. Saat ini batas wilayah pemerintahan kota dikelilingi oleh Kabupaten Agam, dan konfik antara kedua pemerintah daerah tersebut tentang batas wilayah masih berlanjut, ditambah setelah keluarnya Peraturan Pemerintah No. 84 Tahun 1999 tentang perubahan batas wilayah Kota Bukittinggi dan Kabupaten Agam. Dari peraturan pemerintah (PP) ini luas wilayah kota Bukittinggi bertambah menjadi 145.29,90 km², dengan memasukan beberapa nagari yang sebelumnya pada masa pendudukan Jepang berada dalam wilayah administrasi kota Bukittinggi. Namun seiring bergulirnya reformasi pemerintahan yang memberikan hak otonomi yang luas kepada kabupaten dan kota, muncul kembali penolakan dari masyarakat Kabupaten Agam atas perluasan dan pengembangan wilayah Kota Bukittinggi tersebut. Bagi masyarakat Kabupaten Agam yang masuk ke dalam wilayah perluasan kota ini, merasa rugi karena dengan kembalinya penerapan model pemerintahan nagari lebih menjanjikan, dibandingkan berada dalam sistem kelurahan. Selain itu timbul asumsi, masyarakat kota yang telah heterogen juga dikhawatirkan akan memberikan dampak kepada tradisi adat dan kekayaan yang selama ini dimiliki oleh nagari.  


Pendidikan
Sejak zaman kolonialis Belanda, kota ini telah menjadi pusat pendidikan di Pulau Sumatera. Dimulai sejak tahun 1872, dengan berdirinya Kweekschool voor Inlandsche Onderwijzers (sekolah guru untuk guru-guru bumiputera) atau dikenal juga dengan nama sekolah radja, yang selanjutnya berkembang menjadi volksschool atau sekolah rakyat. Kemudian pada tahun 1912 muncul Hollandsch Inlandsche School (HIS), yang dilanjutkan dengan berdirinya Sekolah Pamong Opleiding School voor Inlandsch Ambtenaren (OSVIA) tahun 1918. Pada tahun 1926 juga telah berdiri MULO di kota Bukittinggi. Pada masa awal kemerdekaan di kota ini pernah berdiri sekolah Polwan dan Kadet serta sekolah Pamong Praja yang pertama di Indonesia. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas dan FKIP IKIP Padang (sekarang Universitas Negeri Padang) juga pertama kali didirikan di kota ini sebelum dipindahkan ke Kota Padang.


Kesehatan
Kota Bukittinggi telah memiliki pelayanan kesehatan yang baik, kota dengan luas relatif kecil ini telah memiliki 5 rumah sakit, yaitu 3 milik pemerintah dan 2 milik swasta. Selain itu, juga didukung oleh 5 puskesmas, 6 puskesmas keliling, dan 15 puskesmas pembantu. Salah satu yang utama adalah Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Achmad Mochtar, merupakan rumah sakit umum milik pemerintah bertipe B dengan jumlah tempat tidur sebanyak 299. Rumah Sakit Stroke Nasional yang terdapat di kota ini, merupakan rumah sakit milik pemerintah dengan pelayanan khusus penyakit stroke, dan memiliki jumlah tempat tidur sebanyak 124 buah. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit khusus pengobatan stroke pertama di Indonesia dan ketiga di dunia. Selain itu terdapat juga Rumah Sakit Islam Ibnu Sina, sebuah rumah sakit swasta yang telah memiliki kapasitas tempat tidur sebanyak 136 buah. Sementara itu untuk meningkatkan ketersediaan dan kualitas tenaga kesehatan dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat, sampai tahun 2009 terdapat 8 institusi pendidikan tenaga kesehatan di Kota Bukittinggi. 2 institusi milik pemerintah (Poltekes) dan 6 dikelola oleh pihak swasta.


 Perhubungan
Kota Bukittinggi berada pada posisi strategis Jalur Lintas Sumatera, yang menghubungkan Padang, Medan, dan Palembang, serta berada di antara Padang dan Pekanbaru. Terminal Aur Kuning merupakan terminal utama untuk angkutan transportasi darat di kota ini. Sementara untuk transportasi dalam kota, tersedia angkutan kota, taksi, dan bendi (kereta kuda). Sebelumnya kota ini dilalui oleh jalur kereta api yang menghubungkan Kota Payakumbuh dan Kota Padang, yang dibangun sekitar awal abad ke-20. Namun pada dekade 1970-an, sarana transportasi ini tidak diaktifkan lagi. Kota ini juga telah memiliki sarana transportasi udara non-kelas yang bernama Bandara Bukittinggi.
Perekonomian Perkembangan pasar Loih Galuang yang sekarang disebut juga Pasar Ateh, membuat pemerintah Hindia-Belanda pada tahun 1900 mengembangkan sebuah loods ke arah timur, tepatnya pada kawasan pinggang bukit yang berdekatan dengan selokan yang mengalir di kaki bukit. Karena lokasi pasar tersebut berada di kemiringan, masyarakat setempat menyebutnya dengan nama Pasar Teleng (Miring) atau Pasar Lereng. Perkembangan berikutnya di sekitar kawasan tersebut muncul lagi beberapa pasar, di antaranya Pasar Bawah dan Pasar Banto. Pasar-pasar tradisional di sekitar kawasan Jam Gadang ini, kemudian berkembang menjadi tempat penjualan hasil kerajinan tangan dan cinderamata khas Minangkabau. Dalam penataan pasar, pemerintah Hindia-Belanda juga menghubungkan setiap pasar tersebut dengan janjang (anak tangga), dan di antara anak tangga yang terkenal adalah Janjang 40. Untuk mengurangi penumpukan pada satu kawasan, pemerintah Kota Bukittinggi kemudian mengembangkan kawasan perkotaan ke arah timur dengan membangun Pasar Aur Kuning, yang saat ini merupakan salah satu pusat perdagangan grosir terbesar di Pulau Sumatera. Disebabkan luas wilayah yang kecil, sektor perdagangan merupakan salah satu pilihan yang tepat bagi pemerintah Kota Bukittinggi dalam meningkatkan pendapatan penduduknya. Selain itu pemerintah Kota Bukittinggi juga menelurkan beberapa program dalam mengentaskan kemiskinan, di antaranya pelatihan keterampilan membordir dan pelatihan pembuatan kebaya, serta penumbuhan wirausaha baru. Bordir asli Bukittinggi biasanya menggunakan teknik krancang langsung yang tergolong rumit dan memakan waktu. Ini berbeda dengan barang hasil serupa buatan Tasikmalaya, Jawa Barat yang menggunakan teknik krancang solder.


 Pariwisata
Pembangunan kepariwisataan merupakan salah satu sektor andalan bagi Kota Bukittinggi. Banyaknya objek wisata yang menarik, menjadikan kota ini dijuluki sebagai "kota wisata". Saat ini di kota Bukittinggi telah terdapat sekitar 60 hotel dan 15 biro perjalanan. Hotel-hotel yang terdapat di kota Bukittinggi antara lain The Hills (sebelumnya Novotel), Hotel Pusako, dan baru-baru ini juga dibangun Hotel Rocky. Ngarai Sianok merupakan salah satu objek wisata utama. Taman Panorama yang terletak di dalam kota Bukittinggi memungkinkan wisatawan untuk melihat keindahan pemandangan Ngarai Sianok. Di dalam Taman Panorama juga terdapat gua bekas persembunyian tentara Jepang sewaktu Perang Dunia II yang disebut dengan Lubang Japang. Di Taman Bundo Kanduang terdapat replika Rumah Gadang yang berfungsi sebagai museum kebudayaan Minangkabau. Kebun Binatang Bukittinggi dan benteng Fort de Kock, dihubungkan oleh jembatan penyeberangan yang disebut Jembatan Limpapeh. Jembatan penyeberangan Limpapeh berada di atas Jalan A. Yani yang merupakan jalan utama di Kota Bukittinggi. Pasar Ateh (Pasar Atas) berada berdekatan dengan Jam Gadang yang merupakan pusat keramaian kota. Di Pasar Ateh terdapat banyak penjual kerajinan tangan dan border, serta makanan kecil oleh-oleh khas Sumatera Barat, seperti keripik sanjai (keripik singkong ala daerah Sanjai di Bukittinggi) yang terbuat dari singkong, karupuak jangek yang dibuat dari bahan kulit sapi atau kerbau, dan karak kaliang, sejenis makanan kecil khas Bukittinggi yang berbentuk seperti angka 8. Saat ini juga telah dibangun beberapa pusat perbelanjaan modern di Kota Bukittinggi.


 Olahraga
Masyarakat Kota Bukittinggi sangat menyukai olahraga berkuda, dan setiap tahunnya kota ini mengadakan lomba pacu kuda di Bukit Ambacang, yang sudah diselenggarakan sejak tahun 1889. Perlombaan pacu kuda ini merupakan rangkaian perlombaan pacu kuda yang diadakan dibeberapa kawasan lain di Sumatera Barat. Dengan adanya pelombaan ini, mendorong para peternak kuda untuk tetap bertahan dan memanfaatkan tradisi ini sebagai sumber mata pencarian.



 Pers dan media
Sekitar tahun 1924 di kota ini diterbitkan surat kabar Periodik yang dipimpin oleh S. Moesjafir, kemudian disusul penerbitan surat kabar mingguan Doenia Achirat oleh Sain al Malik dan Soetan Perpatih, namun surat kabar ini tidak berumur panjang. Selain itu beberapa tokoh pers wanita di kota ini seperti Djanewar Djalil dan Sjamsidar Jahja juga menerbitkan surat kabar Soeara Poetri yang mengetengahkan beberapa isu emansipasi wanita. Pada masa pendudukan Jepang, di kota ini pernah didirikan pemancar radio terbesar untuk Pulau Sumatera. Pemancar ini dalam rangka mengibarkan semangat rakyat untuk menunjang kepentingan Perang Asia Timur Raya versi Jepang.Di kota ini terdapat beberapa stasiun pemancar radio sebagai sarana informasi dan hiburan masyarakat, antara lain: RRI Bukittinggi, Elsi FM, SK FM, dan GRC FM.

Nah, itu dia mengenai Kota Bukittinggi. Bagaimana pendapat kalian? Silahkan tulis komentar ^^

Selasa, 06 November 2012

My School's Profile :)


SMAN 1 Bukittinggi merupakan salah satu sekolah terfavorit di Bukittinggi, Sumatra Barat. Beralamatkan di Jl.Syech M. Djamil Djambek no 36, Bukittinggi. Sekolah yang berakriditasikan A ini termasuk sekolah R-SBI yang menampung ± 1000 orang siswa-siswi pilihan yang berpotensi. Para guru berprestasi yang mengajar, menjadikan sekolah ini disukai oleh berbagai kalangan seperti calon murid baru yang menggantungkan cita-citanya untuk bersekolah di sana. Selain favorit, SMAN 1 Bukittinggi juga memiliki beberapa ekstrakurikuler seperti: Sispala (Siswa Pencinta Alam), Pramuka, PMR (Palang Merah Remaja), Sinematografi, Sketsa, FSI (Forum Studi Islam), KI (Karya Ilmiah), Basket, dan lain-lain. Disamping itu, sekolah ini juga memiliki sarana 7 prasarana yang cukup lengkap. Yakni: ruang komputer, labor bahasa, labor biologi, labor kimia, labor fisika, perpustakaan, mesjid, dan setiap kelas memiliki komputer beserta infocus agar proses belajar mengajar menjadi lebih lancar. Gedung utama yang menjadi cirri khas utama SMAN 1 Bukittinggi ini masih berdiri dengan kokoh sampai sekarang walaupun umur gedung tersebut sudah berpuluh-puluh tahun yang lalu.